Rabu, 04 November 2015

PAPER ANALISIS KASUS PRITA BESERTA HUKUM TERKAIT (UU ITE)

Assalamualaikum Sahabat Jemari ^_^
Nugaaas lagii niih, dan lagi-lagi analisis. Mungkin emang asupan gizi otak dari dosen buat mahasiswa salah satunya kaya gina ya :( Tapi tetep semangatlah, toh ini demi kebaikan diri juga huhu jadi curhat hehe
Semoga bermanfaat ya ^_*

PAPER
ANALISIS KASUS PRITA BESERTA HUKUM TERKAIT (UU ITE)
Diajukan untuk Memenuhi Tugas dari Mata Kuliah Sistem Informasi Manajemen

Oleh :
Anis Siti Solihat
41033403131014


indexds.jpg




FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS ISLAM NUSANTARA
BANDUNG
2015


PENDAHULUAN

Seiring dengan kemajuan jaman, teknologi pun semakin maju bahkan perkembangannya lebih pesat dari kemajuan jaman. Banyak dampak dari kemajuan tekhnologi ini, baik itu dampak positif maupun dampak negatif. Sebagai contoh dampak positif dari kemajuan teknologi di bidang informasi, teknologi informasi ini memudahkan kita mencari dan mengakses informasi melalui sistem komputer serta membantu kita untuk menyebarluaskan atau melakukan tukar-menukar informasi dengan cepat. Jumlah informasi yang tersedia di internet semakin bertambah terus tidak dipengaruhi oleh perbedaan jarak dan waktu. Dan sebagai contoh dampak negatif kemajuan dan perkembangan teknologi informasi ini memungkinkan orang untuk melakukan kejahatan ataupun kecurangan di dunia maya, yang tentunya mengakibatkan perubahan-perubahan di bidang ekonomi, sosial dan sebagainya. Maka sudah sepatutnya hal ini lebih diperhatikan lagi oleh semua pihak, terutama pemerintah dan pihak yang berkepentingan dalam hal ini, demi terciptanya keadilan dan kesejahteraan Indonesia dan dunia. Karena jika hal ini kurang atau bahkan tidak diperhatikan, dikhawatirkan semakin ramainya kejahatan ataupun kecurangan terjadi di dunia maya yang akan mengakibatkan kerugian banyak pihak. Sebagai contoh kasus Prita dan Rumah Sakit Omni International yang erat kaitannya dengan UU ITE.
















PEMBAHASAN

Ø  Kronologis Kasus Prita
Kasus tersebut bermula saat Prita Mulyasari memeriksakan kesehatannya di RS Internasional Omni atas keluhan demam, sakit kepala, mual disertai muntah, kesulitan BAB, sakit tenggorokan, hingga hilangnya nafsu makan. Oleh dokter rumah sakit, dr. Hengky Gosal, Sp.PD dan dr. Grace Herza Yarlen Nela, Prita didiagnosis menderita Demam berdarah, atau Tifus. Setelah dirawat selama empat hari disertai serangkaian pemeriksaan serta perawatan, gejala awal yang dikeluhkan berkurang namun ditemukan sejenis virus yang menyebabkan pembengkakan pada leher. Selama masa perawatan Prita mengeluhkan minimnya penjelasan yang diberikan oleh dokter atas jenis-jenis terapi medis yang diberikan, di samping kondisi kesehatan yang semakin memburuk yang diduga akibat kesalahan dalam pemeriksaan hasil laboratorium awal menyebabkan kekeliruan diagnosis oleh dokter pemeriksa. Disebabkan karena pengaduan serta permintaan tertulis untuk mendapatkan rekam medis serta hasil laboratorium awal yang tidak dapat dipenuhi oleh pihak rumah sakit Prita kemudian menulis surat elektronik tentang tanggapan serta keluhan atas perlakuan yang diterimanya ke sebuah milis. Surel tersebut kemudian menyebar luas sehingga membuat pihak rumah sakit merasa harus membuat bantahan atas tuduhan yang dilontarkan oleh Prita ke media cetak serta mengajukan gugatan hukum baik secara perdata maupun pidana dengan tuduhan pencemaran nama baik.
Pada tanggal 11 Mei 2009 Pengadilan Negeri Tangerang memenangkan gugatan perdata pihak rumah sakit dengan menyatakan Prita terbukti melakukan perbuatan yang merugikan pihak rumah sakit sehingga harus membayar kerugian material sebesar Rp161 juta sebagai pengganti uang klarifikasi di koran nasional dan Rp100 juta untuk kerugian immaterial. Pada tanggal 13 Mei 2009 oleh Kejaksaan Negeri Tangerang Prita dijerat dengan pasal 310 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) dan Pasal 27 Ayat 3 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) serta dinyatakan harus ditahan karena dikhawatirkan akan melarikan diri serta menghilangkan barang bukti. Pada tanggal 3 Juni 2009 Prita dibebaskan dari LP Wanita Tangerang, dan status tahanan diubah menjadi tahanan kota. Kemudian pada tanggal 11 Juni 2009 Pengadilan Negeri Tangerang mencabut status tahanan kota.
Melalui persidangan yang dilakukan di Pengadilan Negeri Tangerang tanggal 25 Juni 2009, Majelis hakim menilai bahwa dakwaan jaksa penuntut umum atas kasus Prita Mulyasari tidak jelas, keliru dalam penerapan hukum, dan tidak memenuhi syarat sesuai dengan ketentuan Pasal 143 ayat 2 huruf b KUHAP, oleh karenanya melalui persidangan tersebut kasus Prita akhirnya dibatalkan demi hukum.
Majelis hakim Pengadilan Negeri Tangerang memutuskan Prita Mulyasari tidak terbukti secara sah melakukan pencemaran nama baik terhadap RS Omni International Alam Sutera Serpong Tangerang Selatan, Selasa (29/12/2009). Keputusan itu dibacakan majelis hakim yang diketuai Arthur Hangewa.

Ø  Analisis Kasus Prita
UU ITE adalah Undang-Undang yang berlaku untuk semua masyarakat Indonesia yang melakukan pelanggaran baik itu pemerintahan ataupun masyarakat umum di dunia informasi teknologi dan elektronik.
            UU ITE Bab 1 Pasal 1 Ayat 1 menyebutkan Informasi Elektronik adalah satu atau sekumpulan data elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto, electronic data interchange (EDI), surat elektronik (electronic mail), telegram, teleks, telecopy atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, Kode Akses, simbol, atau perforasi yang telah diolah yang memiliki arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya.
            UU ITE Bab 1 Pasal Ayat 2 menyebutkan Transaksi Elektronik adalah perbuatan hukum yang dilakukan dengan menggunakan Komputer, jaringan Komputer, dan/atau media elektronik lainnya.
            Dari bunyi UU ITE BAB 1 Pasal 1 Ayat 1 dan 2 diatas, dapat dipahami apa yang dilakukan Prita tersebut merupakan sebuah prilaku informasi dan transaksi elektronik. Namun, apakah benar perbuatannya itu merupakan sebuah pelanggaran hukum?
            Berdasarkan sumber informasi yang menyebutkan bahwa Prita melanggar aturan hukum dan dijerat dengan pasal 310 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) dan Pasal 27 Ayat 3 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).
Adapun bunyi pasal 310 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) sbb. :
(1) Barang siapa sengaja menyerang kehormatan atau nama baik seseorang dengan menuduhkan sesuatu hal, yang maksudnya terang supaya hal itu diketahui umum, diancam karena pencemaran dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.
(2) Jika hal itu dilakukan dengan tulisan atau gambaran yang disiarkan, dipertunjukkan atau ditempelkan di muka umum, maka diancam karena pencemaran tertulis dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.
(3) Tidak merupakan pencemaran atau pencemaran tertulis, jika perbuatan jelas dilakukan demi kepentingan umum atau karena terpaksa untuk membela diri.
Dan adapun Pasal 27 Ayat 3 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) berbunyi “Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik.
Kronologis singkat kasus, Prita menulis surat elektronik tentang tanggapan serta keluhan atas perlakuan yang diterimanya ke sebuah milis, namun surel tersebut kemudian menyebar luas sehingga membuat pihak rumah sakit merasa harus membuat bantahan atas tuduhan yang dilontarkan oleh Prita ke media cetak serta mengajukan gugatan hukum baik secara perdata maupun pidana dengan tuduhan pencemaran nama baik. Jika dilihat dari sudut pandang ekonomi yang dilakukan Prita hanyalah mengungkapkan kekecewaannya sebagai seorang konsumen yang tidak puas akan pelayanan dari produsen, dimana hak konsumen untuk menyampaikan keluhan, dan hak atas kenyamanan dalam pelayanan itu diakui UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
Sesuai dengan Pasal 5 Undang-undang Perlindungan Konsumen, Hak-hak Konsumen adalah :
1.      Hak atas kenyamanan, keamanan dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa;
2.   Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan;
3.      Hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa;
4.      Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan;
5.  Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut;
6.      Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen;
7.      Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;
8.  Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi/penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya;
9.      Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.
Sedangkan Prita dijerat dengan pasal 310 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) dan Pasal 27 Ayat 3 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), dimana surel yang dimuat Prita itu tidak bermuatan penghinaan dan atau pencemaran nama baik. Kalimat dalam surel adalah kritik yang dilakukan Prita demi kepentingan umum. Tujuannya agar masyarakat terhindar dari praktek-praktek rumah sakit dan/atau dokter yang tidak memberikan pelayanan medis yang baik terhadap orang sedang sakit yang mengharapkan sembuh dari sakit. Dengan demikian Prita terbukti tidak terbukti melakukan tindakan pidana dan/atau perdata yang dijerat dengan pasal-pasal tersebut.
Dalam undang-undang dijelaskan bahwa hak konsumen untuk menyampaikan keluhannya mengenai pelayanan publik, tapi dalam hal ini terjadi ketidak selarasan yang menimbulkan kebingungan antara UU ITE dengan UU konsumen. UU ITE juga dianggap oleh banyak pihak bahwa undang-undang tersebut membatasi hak kebebasan berekspresi, mengeluarkan pendapat dan menghambat kreativitas dalam berinternet, padahal negara juga menjamin kebebasan untuk hak berpendapat di Indonesia.
Oleh sebab itu sebenarnya masih banyak yang harus direvisi oleh pemerintah untuk UU ITE  ini, karena belum semua menjelaskan apa yang di lakukan dengan apa yang disertakan hukumannya. Sehingga lebih spesifik, jelas dan tidak menimbulkan hal yang sama terulang kembali.

KESIMPULAN

UU ITE merupakan Undang-Undang yang berlaku untuk semua masyarakat Indonesia yang melakukan pelanggaran baik itu pemerintahan ataupun masyarakat umum di dunia informasi teknologi dan elektronik. Berdasarkan suatu sumber informasi ada yang mengatakan UU ITE ini dilanggar oleh Prita, namun tidak ada bukti pendukung yang meyakinkan kebenaran itu dan Prita pun bebas dari tuduhan tersebut. Namun setelah bergulirnya kasus ini ditemukan ketidak selarasan yang menimbulkan kebingungan antara UU ITE dengan UU konsumen. UU ITE juga dianggap oleh banyak pihak bahwa undang-undang tersebut membatasi hak kebebasan berekspresi, mengeluarkan pendapat dan menghambat kreativitas dalam berinternet, padahal negara juga menjamin kebebasan untuk hak berpendapat di Indonesia. Sehingga masih banyak yang harus direvisi oleh pemerintah untuk UU ITE  ini, karena belum semua menjelaskan apa yang di lakukan dengan apa yang disertakan hukumannya. Sehingga lebih spesifik, jelas dan tidak menimbulkan hal yang sama terulang kembali.

















DAFTAR PUSTAKA

http://bti.unpar.ac.id/undang-undang-ite/
http://hukum.unsrat.ac.id/uu/kuhpidana.htm#b2_16























Tidak ada komentar:

Posting Komentar