Rabu, 29 Juni 2022

Emosi

Lebaran beberapa tahun terakhir ini cukup membuatku sentimen, beberapa kondisi membuatku hampir kehilangan kendali. Rasanya ada saja pernyataan, pertanyaan dan prilaku dari luar yang membuatku terusik dan bahayanya aku menjadi berpikiran negatif dan tidak jarang menyalahkan mereka atas apa yang terjadi hingga aku menarik diri dari mereka tanpa berusaha memahami bahwa mereka secara segaja ataupun tidak sengaja memiliki tujuan untuk menyakitiku atau membuatku tidak nyaman. Tapi sampai kapan aku akan menyikapi dengan cara demikian, pikiran yang dipenuhi hal negatif terhadap orang lain, merasa tersakiti, menarik/membatasi diri yang berlebihan bahkan menyalahkan orang lain atas apa yang terjadi hanya akan menambah beban pikiran tanpa menyelesaikan apapun. Cukup ya nis memikirkan hal yang tidak membuat tumbuh lebih baik, pelan-pelan belajar fokus mengendalikan respon dengan tenang dan bijak terhadap hal-hal tadi ataupun hal lain yang kemungkinan terjadi kedepannya. Akhir-akhir ini aku sedang menyukai dan memahami stoikisme tentang menjadi pribadi yang simple dan apa adanya tapi baik dan bermanfaat, bahagia yang bergantung dari dalam diri, paham bahwa segala sesuatu ada sistem dan tujuannya serta kita hanya perlu menjalankan fungsi kita sebagai manusia. Aku baru mengenal filsafat ini dan sedikit banyak aku mulai menyadari bahwa aku terlalu banyak berpikiran atas hal yang tidak perlu, hal yang diluar kendali, memperumit diri dan keadaan hingga akhirnya stress dan tidak fokus kepada hal yang penting dan kepada hal yang bisa dikendalikan oleh diri sendiri. Setiap manusia diberi emosi, bagaimana emosi itu dikelola entah ke arah negatif atau positif tergantung pada manusia itu sendiri. Adakalanya situasi menjadikan emosi naik turun, tapi itu tidak selalu buruk selama emosi itu masih dibawah kendali kita. Karena jika emosi sudah diluar kendali diri, dia akan liar yang akhirnya tidak jarang mengarah kepada penyesalan. Sejauh ini dari stoikisme aku belajar memahami diri, dan ternyata memahami diri itu sulit tapi dengan mengenali diri dan memahami emosi diri itu pelan-pelan membawa kepada pribadi yang berpola pikir dan bersikap apa adanya dan sederhana (tidak lebay) dalam artian berfokus kepada hal-hal yang bisa dikendalikan diri, jadi ketika suatu kondisi mengarah kepada emosi negatif (misal: berpikir menyalahkan orang lain atau berekspektasi kepada orang lain) pelan-pelan mengendalikan emosi tersebut dengan memberi ruang untuk berpikir dan mengenali emosi tersebut kemudian meresponnya (misal penyelesaiannya dengan cara berpikir bahwa menyalahkan orang lain tidak menyelesaikan masalah dan kalau pun orang lain yang salah, hal itu tidak perlu membuatmu terus-terusan menyalahkannya, bahkan sampai dendam dan stress sendiri karena kesalahan orang lain bukan berada dibawah kendalimu dan yang ada dikendalimu itu adalah pikiranmu untuk tidak berpikir demikian dan begitupun penyelesaian emosi negatif terhadap berekspektasi kepada orang lain). Dan malam tadi bolehlah ya aku berbangga kepada diri sendiri, yang pelan-pelan ada keberanian untuk berbicara hal yang selama ini cukup “menakutkan” dan “mengkhawatirkan” bahkan membuatku cukup stress dan muak, setidaknya aku melakukan yang berada dibawah kendaliku dan sisanya entah pembicaraan itu membawanya pada pergerakan atau tidak itu sudah bukan dibawah kendaliku.