Assalamualaikum Sahabat Jemari ^_^
Nugaaas lagii niih, dan lagi-lagi analisis. Mungkin emang asupan gizi otak dari dosen buat mahasiswa salah satunya kaya gina ya :( Tapi tetep semangatlah, toh ini demi kebaikan diri juga huhu jadi curhat hehe
Semoga bermanfaat ya ^_*
PAPER
ANALISIS
KASUS PRITA BESERTA HUKUM TERKAIT (UU ITE)
Diajukan
untuk Memenuhi Tugas dari Mata Kuliah Sistem Informasi Manajemen
Oleh
:
Anis
Siti Solihat
41033403131014
![indexds.jpg](file:///C:/Users/ANISSO~1/AppData/Local/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image002.jpg)
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS
ISLAM NUSANTARA
BANDUNG
2015
PENDAHULUAN
Seiring
dengan kemajuan jaman, teknologi pun semakin maju bahkan perkembangannya lebih
pesat dari kemajuan jaman. Banyak dampak dari kemajuan tekhnologi ini, baik itu
dampak positif maupun dampak negatif. Sebagai contoh dampak positif dari kemajuan
teknologi di bidang informasi, teknologi informasi ini memudahkan kita mencari
dan mengakses informasi melalui sistem komputer serta membantu kita untuk
menyebarluaskan atau melakukan tukar-menukar informasi dengan cepat. Jumlah
informasi yang tersedia di internet semakin bertambah terus tidak dipengaruhi
oleh perbedaan jarak dan waktu. Dan sebagai contoh dampak negatif kemajuan dan
perkembangan teknologi informasi ini memungkinkan orang untuk melakukan
kejahatan ataupun kecurangan di dunia maya, yang tentunya mengakibatkan
perubahan-perubahan di bidang ekonomi, sosial dan sebagainya. Maka sudah
sepatutnya hal ini lebih diperhatikan lagi oleh semua pihak, terutama
pemerintah dan pihak yang berkepentingan dalam hal ini, demi terciptanya
keadilan dan kesejahteraan Indonesia dan dunia. Karena jika hal ini kurang atau
bahkan tidak diperhatikan, dikhawatirkan semakin ramainya kejahatan ataupun
kecurangan terjadi di dunia maya yang akan mengakibatkan kerugian banyak pihak.
Sebagai contoh kasus Prita dan Rumah Sakit Omni International yang erat
kaitannya dengan UU ITE.
PEMBAHASAN
Ø Kronologis Kasus Prita
Kasus
tersebut bermula saat Prita Mulyasari memeriksakan kesehatannya di RS
Internasional Omni atas keluhan demam, sakit kepala, mual disertai muntah,
kesulitan BAB, sakit tenggorokan, hingga hilangnya nafsu makan. Oleh dokter rumah
sakit, dr. Hengky Gosal, Sp.PD dan dr. Grace Herza Yarlen Nela, Prita
didiagnosis menderita Demam berdarah, atau Tifus. Setelah dirawat selama empat
hari disertai serangkaian pemeriksaan serta perawatan, gejala awal yang
dikeluhkan berkurang namun ditemukan sejenis virus yang menyebabkan
pembengkakan pada leher. Selama masa perawatan Prita mengeluhkan minimnya
penjelasan yang diberikan oleh dokter atas jenis-jenis terapi medis yang
diberikan, di samping kondisi kesehatan yang semakin memburuk yang diduga
akibat kesalahan dalam pemeriksaan hasil laboratorium awal menyebabkan
kekeliruan diagnosis oleh dokter pemeriksa. Disebabkan karena pengaduan serta
permintaan tertulis untuk mendapatkan rekam medis serta hasil laboratorium awal
yang tidak dapat dipenuhi oleh pihak rumah sakit Prita kemudian menulis surat
elektronik tentang tanggapan serta keluhan atas perlakuan yang diterimanya ke
sebuah milis. Surel tersebut kemudian menyebar luas sehingga membuat pihak
rumah sakit merasa harus membuat bantahan atas tuduhan yang dilontarkan oleh
Prita ke media cetak serta mengajukan gugatan hukum baik secara perdata maupun
pidana dengan tuduhan pencemaran nama baik.
Pada
tanggal 11 Mei 2009 Pengadilan Negeri Tangerang memenangkan gugatan perdata
pihak rumah sakit dengan menyatakan Prita terbukti melakukan perbuatan yang
merugikan pihak rumah sakit sehingga harus membayar kerugian material sebesar
Rp161 juta sebagai pengganti uang klarifikasi di koran nasional dan Rp100 juta
untuk kerugian immaterial. Pada tanggal 13 Mei 2009 oleh Kejaksaan Negeri
Tangerang Prita dijerat dengan pasal 310 Kitab Undang-undang Hukum Pidana
(KUHP) dan Pasal 27 Ayat 3 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi
dan Transaksi Elektronik (UU ITE) serta dinyatakan harus ditahan karena dikhawatirkan
akan melarikan diri serta menghilangkan barang bukti. Pada tanggal 3 Juni 2009
Prita dibebaskan dari LP Wanita Tangerang, dan status tahanan diubah menjadi
tahanan kota. Kemudian pada tanggal 11 Juni 2009 Pengadilan Negeri Tangerang
mencabut status tahanan kota.
Melalui
persidangan yang dilakukan di Pengadilan Negeri Tangerang tanggal 25 Juni 2009,
Majelis hakim menilai bahwa dakwaan jaksa penuntut umum atas kasus Prita
Mulyasari tidak jelas, keliru dalam penerapan hukum, dan tidak memenuhi syarat sesuai
dengan ketentuan Pasal 143 ayat 2 huruf b KUHAP, oleh karenanya melalui
persidangan tersebut kasus Prita akhirnya dibatalkan demi hukum.
Majelis
hakim Pengadilan Negeri Tangerang memutuskan Prita Mulyasari tidak terbukti
secara sah melakukan pencemaran nama baik terhadap RS Omni International Alam
Sutera Serpong Tangerang Selatan, Selasa (29/12/2009). Keputusan itu dibacakan
majelis hakim yang diketuai Arthur Hangewa.
Ø Analisis Kasus Prita
UU ITE
adalah Undang-Undang yang berlaku untuk semua masyarakat Indonesia yang
melakukan pelanggaran baik itu pemerintahan ataupun masyarakat umum di dunia
informasi teknologi dan elektronik.
UU
ITE Bab 1 Pasal 1 Ayat 1 menyebutkan Informasi Elektronik adalah satu atau
sekumpulan data elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara,
gambar, peta, rancangan, foto, electronic data interchange (EDI),
surat elektronik (electronic mail), telegram, teleks, telecopy atau
sejenisnya, huruf, tanda, angka, Kode Akses, simbol, atau perforasi yang telah diolah
yang memiliki arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya.
UU
ITE Bab 1 Pasal Ayat 2 menyebutkan Transaksi Elektronik adalah perbuatan hukum
yang dilakukan dengan menggunakan Komputer, jaringan Komputer, dan/atau media
elektronik lainnya.
Dari
bunyi UU ITE BAB 1 Pasal 1 Ayat 1 dan 2 diatas, dapat dipahami apa yang
dilakukan Prita tersebut merupakan sebuah prilaku informasi dan transaksi
elektronik. Namun, apakah benar perbuatannya itu merupakan sebuah pelanggaran
hukum?
Berdasarkan
sumber informasi yang menyebutkan bahwa Prita melanggar aturan hukum dan
dijerat dengan
pasal 310 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) dan Pasal 27 Ayat 3
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik
(UU ITE).
Adapun bunyi pasal 310
Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) sbb. :
(1) Barang siapa sengaja menyerang
kehormatan atau nama baik seseorang dengan menuduhkan sesuatu hal, yang
maksudnya terang supaya hal itu diketahui umum, diancam karena pencemaran
dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling
banyak empat ribu lima ratus rupiah.
(2) Jika hal itu dilakukan dengan
tulisan atau gambaran yang disiarkan, dipertunjukkan atau ditempelkan di muka
umum, maka diancam karena pencemaran tertulis dengan pidana penjara paling lama
satu tahun empat bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus
rupiah.
(3) Tidak merupakan pencemaran atau
pencemaran tertulis, jika perbuatan jelas dilakukan demi kepentingan umum atau
karena terpaksa untuk membela diri.
Dan adapun Pasal
27 Ayat 3 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi
Elektronik (UU ITE) berbunyi “Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak
mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya
Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan
penghinaan dan/atau pencemaran nama baik.
Kronologis
singkat kasus, Prita menulis surat elektronik tentang tanggapan serta keluhan
atas perlakuan yang diterimanya ke sebuah milis, namun surel tersebut kemudian
menyebar luas sehingga membuat pihak rumah sakit merasa harus membuat bantahan
atas tuduhan yang dilontarkan oleh Prita ke media cetak serta mengajukan
gugatan hukum baik secara perdata maupun pidana dengan tuduhan pencemaran nama baik.
Jika dilihat dari sudut pandang ekonomi yang dilakukan Prita hanyalah
mengungkapkan kekecewaannya sebagai seorang konsumen yang tidak puas akan
pelayanan dari produsen, dimana hak konsumen untuk menyampaikan keluhan, dan
hak atas kenyamanan dalam pelayanan itu diakui UU No. 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen.
Sesuai
dengan Pasal 5 Undang-undang Perlindungan Konsumen, Hak-hak Konsumen adalah :
1.
Hak atas kenyamanan, keamanan dan
keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa;
2. Hak untuk memilih barang dan/atau jasa
serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan
kondisi serta jaminan yang dijanjikan;
3.
Hak atas informasi yang benar, jelas dan
jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa;
4.
Hak untuk didengar pendapat dan
keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan;
5. Hak untuk mendapatkan advokasi,
perlindungan dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara
patut;
6.
Hak untuk mendapat pembinaan dan
pendidikan konsumen;
7.
Hak untuk diperlakukan atau dilayani
secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;
8. Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti
rugi/penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai
dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya;
9.
Hak-hak yang diatur dalam ketentuan
peraturan perundang-undangan lainnya.
Sedangkan
Prita dijerat dengan pasal 310 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) dan
Pasal 27 Ayat 3 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan
Transaksi Elektronik (UU ITE), dimana surel yang dimuat Prita itu tidak
bermuatan penghinaan dan atau pencemaran nama baik. Kalimat dalam surel adalah
kritik yang dilakukan Prita demi kepentingan umum. Tujuannya agar masyarakat
terhindar dari praktek-praktek rumah sakit dan/atau dokter yang tidak memberikan
pelayanan medis yang baik terhadap orang sedang sakit yang mengharapkan sembuh
dari sakit. Dengan demikian Prita terbukti tidak terbukti melakukan tindakan
pidana dan/atau perdata yang dijerat dengan pasal-pasal tersebut.
Dalam
undang-undang dijelaskan bahwa hak konsumen untuk menyampaikan keluhannya
mengenai pelayanan publik, tapi dalam hal ini terjadi ketidak selarasan yang
menimbulkan kebingungan antara UU ITE dengan UU konsumen. UU ITE juga dianggap
oleh banyak pihak bahwa undang-undang tersebut membatasi hak kebebasan
berekspresi, mengeluarkan pendapat dan menghambat kreativitas dalam
berinternet, padahal negara juga menjamin kebebasan untuk hak berpendapat di
Indonesia.
Oleh
sebab itu sebenarnya masih banyak yang harus direvisi oleh pemerintah untuk UU
ITE ini, karena belum semua menjelaskan
apa yang di lakukan dengan apa yang disertakan hukumannya. Sehingga lebih
spesifik, jelas dan tidak menimbulkan hal yang sama terulang kembali.
KESIMPULAN
UU ITE
merupakan Undang-Undang yang berlaku untuk semua masyarakat Indonesia yang
melakukan pelanggaran baik itu pemerintahan ataupun masyarakat umum di dunia
informasi teknologi dan elektronik. Berdasarkan suatu sumber informasi ada yang
mengatakan UU ITE ini dilanggar oleh Prita, namun tidak ada bukti pendukung
yang meyakinkan kebenaran itu dan Prita pun bebas dari tuduhan tersebut. Namun
setelah bergulirnya kasus ini ditemukan ketidak selarasan yang
menimbulkan kebingungan antara UU ITE dengan UU konsumen. UU ITE juga dianggap
oleh banyak pihak bahwa undang-undang tersebut membatasi hak kebebasan
berekspresi, mengeluarkan pendapat dan menghambat kreativitas dalam
berinternet, padahal negara juga menjamin kebebasan untuk hak berpendapat di
Indonesia. Sehingga masih banyak yang harus direvisi oleh pemerintah untuk UU
ITE ini, karena belum semua menjelaskan
apa yang di lakukan dengan apa yang disertakan hukumannya. Sehingga lebih
spesifik, jelas dan tidak menimbulkan hal yang sama terulang kembali.
DAFTAR PUSTAKA
|
http://bti.unpar.ac.id/undang-undang-ite/
http://hukum.unsrat.ac.id/uu/kuhpidana.htm#b2_16