Kamis, 04 Agustus 2022

Keputusan dan Konsekuensi

Aku tidak tahu kenapa akhir-akhir ini aku bertemu dengan orang yang bercerita tentang keluarganya atau yang minta sudut pandangku tentang yang terjadi dengan keluarganya, yang tidak jarang membuatku berpikir dan merenungkannya. Semuanya merasa benar menurut versinya, semuanya punya penjelasan/alibi terhadap apa yang terjadi. Lalu kenapa aku yang pusing ya ketika mendengarnya? Wkwk. Entah lah, it's not mybussines. Tapi ya aku berusaha memberikan sudut pandang seobjektif mungkin, JIKA DIMINTA (Padahalkan aku belum berpengalaman menikah, sotoy lu nis wkwk). Tapi jadi pendengar yang baik aja sebenernya udah cukup dari pada menjudge dan memberikan pandangan yang salah atau bahkan malah memprovokasi. Kadang mereka hanya perlu didengar aja kok (ini pengalamanku saat ada masalah) sebagai orang yang cukup tertutup dan kadang juga butuh orang untuk bicara dan didengar, aku pernah diberi respon dari lawan bicaraku yang pada akhirnya malah di judge, diprovokasi dan bahkan disudutkan karena pikiran dan mentalku yang sedang sakit (padahal aku ga minta saran) dimana saat-saat seperti itu aku merasa cukup didengar dan dimengerti aja, tapi yang aku dapat sebaliknya. Sampai aku berpikir, salah nih gue ngomong sama dia, emang paling bener udah dipendem aja, GA ADA YANG NGERTI. Tapi setelah melalui beberapa hal dan mendengar curhatan orang lain, akhirnya aku sadar (meskipun belum sepenuhnya wkwk) bagaimana diriku, apa yang aku mau dan bagaimana memperlakukan orang saat aku menghadapi situasi seperti itu. Kembali ke laptop, ada orang yang curhat padaku bahwa dia menyesal karena terburu-buru menikah, padahal dulu pas dia mau nikah dia sempet bilang "ayo nikah, cewe mah keburu expired" (nadanya becanda) dan aku pun menanggapinya becanda. Aku yakin dia ga bermaksud menyakitiku dengan ucapannya tapi mengingat sekarang dia bilang menyesal, aku jadi teringat masa lalu. Hayo loh sekarang aja lu bilang nyesel buru-buru nikah dulu bilang expired (tapi ngomong dalam hati aja wkwk), mana tega bilang gitu menghadapi mimiknya yang runyem gitu sepaket curhatan permasalahan rumahtangganya. Semua keputusan sepaket dengan konsekuensinya, gitupun dengan aku yang belum menikah ada konsekuensinya juga. Dari eksternal ditanyain mulu lah, dijudje lah, diomonginlah dan lainnya. Pun dari internal (dalam diri) juga ada konsekuensinya, mengontrol perasaan dan respon, sometime perlu hal yang hanya bisa dilakukan dalam ikatan pernikahan (bukan tentang seks melulu woy, ngeres lu) dan lainnya. Tapi dari pengalaman dan curhatan orang lain pun kadang aku merasa bersyukur (bukan bersukur karena mereka ditimpa masalah), tapi bahwa aku ga perlu merasa jadi orang yang paling sakit bahkan paling diuji, bahwa aku dulu yang pernah ingin nikah muda (ada angka usia wkwk) tapi aku tidak menikah diusia itu yang dimana pikiran mentalku sedang bener-benar sakit, rusak dan salah kaprah yang pastinya akan berpengaruh dalam aku merespon dan menyikapi suatu permasalahan yang dimana dalam rumah tangga akan lebih banyak lagi variabel yang mau tidak mau akan mempengaruhi pertimbangan dalam pengambilan keputusanku. Ga semua konsekuensi dalam situasi selalu buruk dan ga semua konekuensi dalam situasi selalu baik, tapi mau bagaimanapun caramu menyikapinya akan berpengaruh pada keputusan dan konsekuensi lain kedepannya. Keliru atau kurang tepat mengambil keputusan ga selalu buruk kok, karena akan ada peluang lain didalamnya dan kalo kamu mau belajar dari setiap prosesnya kamu tidak akan jatuh kelubang yang sama dan pelan-pelan terakumulasi menjadi pribadi yang semaikin oke dan mantap. Menurutku idealnya begitu wkwk

Tidak ada komentar:

Posting Komentar