Sabtu, 20 April 2024

'Daging Sapi' Tanpa Alasan

“Terkadang tanpa sadar kita berbuat baik pada seseorang dengan alasan mereka adalah keluarga kita atau kita menyayangi mereka. Tapi, apa kita melakukan itu tanpa mengharapkan imbalan? Seperti perkataan, ‘tidak ada daging sapi tanpa alasan’, niat baik yang berlebihan biasanya disertai dengan pengorbanan. Tentu saja pengorbanan bukanlah hal yang buruk, tapi jika ditambahkan dengan syarat, niat baik itu berubah menjadi pemaksaan.” (Kim Suhyun, 2020: 60) Dilaman ke enam puluh buku yang berjudul Nyaman Tanpa Beban karya Kim Suhyun ini, aku lumayan termenung cukup lama. Kemudian aku terpikir buat nulis sedikit tentang ini, karena merasa ini relate dengan beberpa overthinkingku belakangan ini. Aku cukup terguncang atas suatu kejadian yang diluar dugaanku, responku terhadap kejadian itu ada marah dan sedih karena kecewa (singkatnya begitu). Kenapa aku sekecewa itu, dan jawabannya adalah karena aku secara sadar sudah bahkan sedang berbuat baik pada orang yang membuatku kecewa dan secara tidak sadar mengharap imbalan yang baik juga atau minimal tidak mendapat hal mengecewakan dari orang tersebut. Aku memiliki niat baik yang berlebihan dan merasa sudah berkorban banyak untuk orang itu, lalu mengapa secara sadar orang tersebut melakukan hal yang jelas itu melukaiku. Beberapa waktu aku menyalahkannya, dan menghukumnya dengan bersikap sangat dingin. Tapi itu tidak kunjung menggugurkan kekecewaanku padanya. Hingga akhirnya, suatu waktu aku tersadar bahwa sikapku yang demikian tidak menyelesaikan masalah dan tidak membuat perasaanku menjadi lebih baik. Jika kupikir kembali orang itu tidak meminta aku berbuat baik padanya, lalu kenapa aku membebaninya dengan harus berbuat baik juga atau bertindak tidak mengecewakan. Ini jelas keliru, dengan menyalahkan seseorang karena pahala yang tidak kembali dan menganggap orang lain bertanggungjawab atas kebahagiaanku. Bukankah ini berarti pengorbanan tanpa kesepakatan. Padahal seharusnya berbuat baik tanpa syarat sudah cukup, tidak pula berdasarkan utang budi. Sejalan dengan stoicisme, berfokus pada hal yang berada dalam kendali diri. Sisanya sudah bukan urusanmu lagi, bahkan ketika hal itu bukan yang kamu sangka akan menerimanya dari orang yang kamu selalu beri kebaikan terhadapnya atau orang yang kamu sayangi.

Kamis, 11 April 2024

Selamat Idul Fitri

Wajar kok kalo kamu merasa kecewa atau sedih atas hal yang jelas keliru, justru jika kamu merasa biasa saja atas hal demikian berarti kamu ga ada bedanya dengan mereka. Bukan berarti kamu sipaling beda, tapi tidak perlu atau jangan sampai kamu sakit atas hal yang orang lain lakukan. Kecewa boleh, sedih gapapa tapi jangan biarkan dirimu terpuruk dan tidak berkembang untuk alasan apapun apalagi karena hal yang sudah jelas bukan ada dalam kendalimu. Udah cukup ya berada dalam emosi seperti itu, bisa yuk ngambil hikmahnya. Udah lebaran harusnya kembali ke fitri, bukan kembali ke masa suram wkwkw Selamat hari raya idul fitri, be wise, be happy ^.^

Kamis, 29 Februari 2024

29 Februari

Ketik hapus, ketik hapus, bingung mau nulis apa wkwk. Sekarang sedang hujan, rintiknya terdengar sangat merdu dan menenangkan sekali untuk pengantar tidur. Tapi ada beberapa kerjaan yang mesti dikerjain dulu, eh ini malah kutak ketik ga jelas. Jenuh sih, apa kesepian? haha Dua bulan diawal tahun 2024 ini rasanya cepat sekali berlalu, apalagi bulan februari ini rasanya hectic. Pengaruh pemilu ga sih? Ape ngaruhnya sih nis wkwk, eh kan jadi abdi negara (KPPS nih bos haha naon atuh nis). Oh ya sekarang tanggal 29 februari, tanggal yang ga hadir tiap tahun. Hari ini hampir full kerja dikamar, keluar tipis-tipis. Nothing special. Eh sedikit pengalaman baru, beberapa hari yang lalu pulang goes kemaleman saat itu sedang mati lampu mana jalannya nanjak, ujan lagi wkwkwk agak berat, takut tapi seru. Pelan-pelan maju aja karena udah tau tujuannya balik ke rumah, meski gelap diperjalanan bertemu beberapa cahaya dari motor dan mobil yang lewat, bintang dilangit juga nampak indah. Setiap bertemu, rasanya ada harapan baru meskipun ada saat-saat sepi dan gelap lagi, terus sekitar 300 meter lagi menuju rumah alhamdulillah listriknya nyala lagi. Seperti hidup, saat terasa gelap dan berat ternyata sederhana, cukup dijalanin. Kalo udah tau tujuannya mau kemana, jalanin aja, nanti juga ada cahaya lagi kok, ada banyak hal indah lagi kok. Jangan putus asa ya! Udah sih gitu aja.

Minggu, 31 Desember 2023

Review 2023

Hujan, kopi panas dan suara canda tawa keluarga dari ruang tengah adalah paket lengkap yang sangat kusyukuri untuk menutup beberapa jam terakhir di tahun 2023. Banyak hal yang terjadi di tahun ini, rasanya aku lebih tenang dalam menyikapinya. Entahlah, mungkin karena sudah dewasa (secara angka usia wkwkwk) atau mungkin aku sudah mulai belajar realistis (ga terlalu berekspektasi atau ngoyo misalnya) atau mungkin sudah pasrah juga haha. Meskipun di tahun ini ga ada hal besar yang begitu berarti, tapi aku bersyukur bisa melalui hari demi hariku ditahun ini. Yaa walau realitanya tetep naik turun kayak pergerakan IHSG, pertanda hiduplah yak wkwkwk. Tahun 2023 menjadi tahun yang ngalir aja, rasanya apapun yang terjadi yaudah. Meskipun dalam prosesnya jelas masih ada nangis, bingung, marah dan emosi lainnya. Tapi yaudah aja, pelan-pelan belajar ikhlas atas apa yang terjadi. Walaupun ngalir aja, tapi ga sengebosenin itu juga kok. Banyak hal yang bisa dipelajari dan dilakuin dari kerja, ngurus tanaman, baca buku, jalan, goes atau maraton nonton one piece dan drakor/film. Seru-seru aja ternyata, ditengah beberapa luka yang masih kurawat pun aku bisa tetep tumbuh. Walau dipertengahan tahun ini sempet masuk RS, seumur-umur pertama kali sakit sampai dirawat di RS. Jangan lagi deh ya. Dari semua yang terjadi, sepertinya mempelajari dan mencintai diri sendiri adalah hal yang harus kulakukan sepanjang hidupku. Sebagai dasar kehidupan seperti apa yang aku butuhkan dan bagaimana memenuhinya, yaitu hidup yang damai. Dan ternyata kedamaian itu dibentuk, bukan dicari. Seperti halnya kebahagiaan, sejauh mana dicari tidak akan ada temu. Karenanya kedamaian dan kebahagiaan yang selama ini aku cari tidak akan pernah kutemukan pada orang lain dan bukan tanggungjawab orang lain bahkan orang tuaku sendiri. 365/365

Jumat, 08 Desember 2023

Tentang Daun Jatuh 🍃

Bahkan seandainya angin minta maaf pun, daun itu masih tetap jatuh. Tapi meski saat aku merasa dalam posisi daun jatuh, nyatanya kita tidak sama seperti angin dan daun jatuh. Bukankah kita diberi akal, sedangkan angin dan daun jatuh tidak berakal. Ya, kita hanya bisa mengambil hikmahnya saja dari mereka. Minta maaf atau pun tidak sang angin, daun tetap jatuh tanpa membencinya. Saat aku merasa sedang dalam posisi daun jatuh, aku jadi mempertanyakan diriku sendiri. Apa aku tidak layak untuk dipertahankan? Kenapa angin yang selama ini mengayun-ayun bersamaku malah pelan-pelan membuatku jatuh? membuatku kering dan hampir membunuhku. Saat kamu minta maafpun, aku masih tetap jatuh. Sebagai yang berakal, kita tidak pernah tau dalamnya hati orang. Tapi kita punya akal untuk mengendalikan diri, meskipun itu tidak mudah. Aku terkadang merasa seperti daun jatuh yang terombang-ambing angin, tapi aku masih belum bisa seikhlas daun jatuh yang tidak kecewa dan tidak marah pada angin. Ternyata karena itulah daun jatuh ke bumi terlihat sangat cantik dan menenangkan, semoga saja aku bisa seikhlas daun jatuh. 🍃

Minggu, 24 September 2023

Sepatu dan Nikah

Sore ini bertukar cerita sama sahabatku yang baru nikah dan baru pindahan ke luar pulau karena ikut suaminya, disela-sela ceritanya tentang lembaran barunya dia cerita kalo kemarin temennya curhat kalo temennya itu baru dibacain sama orang 'pinter'. Sebut aja si R ya, singkat cerita awalnya ada rekan kerja baru R yang nanya udah nikah atau belum kepadanya, lalu dijawab belum dan rekan kerja yang lainnya nyeletuk "Si R mah jangankan nikah deket sama cowo aja dia ga mau". Lalu rekan barunya nanya usia R, dan R jawab usianya 28 tahun. Dan rekan barunya jawab lagi, masa usia 28 tahun belum nikah. Kemudian rekan kerja barunya itu ngide nanyain ke orang 'pinter' yang ada dikampungnya kenapa R belum nikah, yang mana terawangan orang 'pinter' itu bilang kalo R itu auranya gelap jadi ga ada cowo yang mau deketin R, lalu R harus minta maaf sama cowo yang pernah R sakitin supaya auranya ga gelap. Aku spontan bilang ke sahabatku, bilangin sama si R jangan percaya nanti kesugesti loh karena percaya begituan, jangan sampe kesugesti, patahin dengan cara ga percaya. Ga masuk dilogikaku, ga logis. Logikanya kalo kita punya salah sama orang, mau itu ke cowo, cewe atau siapapun orangnya ya minta maaf karena secara sengaja ataupun ga sengaja nyakitin orang tersebut secara tulus bukan karena aura gelap atau apalah itu. Meskipun ga bisa dipungkiri kalo do'a orang yang tersakiti/terdzolimi do'anya nembus dan diijabah sama Allah, sehingga bisa saja do'a tersebut berdampak pada orang yang menyakiti atau mendzoliminya. Lagian emang kenapa sih umur 28 tahun atau umur berapapun itu, emang kenapa kalo belum nikah, emang semenyedihkan itu, emang itu aib, seolah masalah gedeee banget. Padahal setiap orang punya waktunya sendiri, punya pilihan hidup sendiri. Aku pernah sharing dengan rekanku yang sudah menikah, katanya nikmatin dan puasin aja dulu masa-masa sendirinya karena kalo udah nikah beda lagi, lieur cenah wkwkw. Ada juga rekan yang curhat permasalahan rumah tangganya, tapi dia tetep bilang ayo nikah mah nikah aja, dalam nikah ga melulu bermasalah kok, ada masa-masanya indah dan bahagia juga. Macam-macam sih reviewnya (review ga tuh wkwkw), tergantung orang yang udah nikahnya sedang dalam kondisi apa. Begitulah. Intinya sih jangan maksain sepatu kita yang ukuran 39, make sepatu orang lain yang ukurannya 35 atau ukurannya 43, ga bisa, ga akan cocok, ga akan efektif, yang ada malah nyakitin diri sendiri. So, filter deh mana yang layak masuk pikiran kita, biar racun-racun ga ikutan masuk.